Semenit saja waktu berlalu, ketika kegagalan multiorgan terjadi dan penurunan vitalitas tak dapat dielakkan lagi, seorang negarawan akhirnya harus pergi. Tak ada pesta yang tak bubar, demikianlah tamsil dalam kehidupan, ketika Pak Harto dipanggil pulang oleh Sang Khalik. Selamat jalan Pak Harto ...! Manusia tak ada yang sempurna, setiap kelebihan pasti selalu ada kurangnya, karena memang demikianlah hidup kita berayun bak pendulum. Setelah lelah ke kiri dan ke kanan, akhirnya keseimbangan jalan tengah menyergap dalam kebisuan. Fakta bahwa inflasi ratusan bahkan rubuan persen seperti di Zimbabwe dahulu pernah terjadi di tahun 1965. Fakta jumlah penduduk miskin yang dulu sempat mencapai 50% kini melorot tinggal 10%, dan pendapatan per kapita USD 100 menjadi USD 1.400, adalah jejak langkah yang ditinggalkan dan menjadi warisan Pak Harto untuk bangsa ini.
Mengapakah semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin susah untuk memaafkan (jajak pendapat Kompas). Ketika masyarakat perkotaan menjadi lebih susah berlapang dada, maka fenomena M150 susu yang menampilkan kedutan dada getar menyeruak di balik riuh rendahnya infotainment televisi bangsa yang menambilkan dewa dewi konyol tetapi sensual seperti pasangan Dewi Persik dan Eko Patrio. Untuk menonton seorang Dewi Persik atau banyolan seorang Tukul, orang bisa tertawa lepas dan kemudian lemas, mengapa begitu susah untuk memaafkan. Terserah para tikus (politikus) menghujat bahwa negara ini bukan negara halal bihalal, apakah yang bisa dipermasalahkan dari seseorang yang telah pergi ke alam lain, dan kalau memang belum bisa memaafkan, dipersilahkan untuk menuntut ke alam kubur. Hujatlah sesuka hati, marahlah sesuka nafsu, amuklah seperti sapi gila, tapi ingat, semuanya harus dilakukan tepat sasaran, yaitu di alam kubur. Sana pergilah berdemo menghujat Pak Harto, tapi harus ke tempat kediaman beliau. Jangan ngomong lantang di dunia, percuma! Kagak ada yang dengar, mencari pembenaran, mempolitisasi stigma dan kebencian.
Seandainya aku memiliki kemampuan telekinesis ke alam gaib, ingin kuberikan kesempatan pertama kepada si penghujat untuk menjalani ketersambungan ala ghost whisper. Betapa sengsaranya kehidupan seseorang sebelum diberikan vonis oleh sang Boss, untuk masuk ke blok surga atau neraka. Bahkan saking kentalnya kearifan kandungan lokal, kitab suci suatu agama memberikan tafsir kontemporer tentang neraka bagi orang eskimo. Katanya neraka itu dingin, karena kalau dibilang neraka itu panas karena ada api nerakanya, orang Eskimo yang hidup kedinginan di kutub utara sangat bercita-cita untuk tinggal di tempat yang lebih panas. Jadilah kerelatifan tafsir bahwa neraka Eskimo adalah tempat yang paling dingin sedingin-dinginnya dingin. Senandung Rinto Harahap dalam lagu dingin mengatakan dingin hati ini tambah dingin entah mengapa. Kalau cinta aku sudah tak punya, air matakupun keringlah sudah, oh dingin. Dingin membenci kepada siapa, bukan salah Pak Harto yang dicintai sebagian masyarakat menjadi pengesahan bagi sebagian yang lain untuk menghujat dan menyalahkan. Bagiku hanyalah selamat jalan Pak Harto, Anda telah berbuat untuk negeri ini jauh lebih banyak dari orang-orang lain yang ngomong doang. Berisitirahatlah dengan tenang, masih ada kami yang akan meneruskan kemajuan bangsa dan negara ini. Selamat jalan Pak Harto, namamu akan dikenang. Engkau patriot pahlawan bangsa, walaupun sebagian bangsamu tidak terima, engkau tak perlu embel-embel gelar kepahlawan karena bagiku sudah banyak kepahlawanan dalam praktik yang dijalankan ketimbang teori-teori semu.
Thursday, January 31, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment