- Miyamoto Musashi (1645)
Saya percaya bahwa level manajemen dan penyelia merupakan mereka yang paling kritis dalam menciptakan kondisi positif yang memotivasi para staf. Kalau anda melihat manusia dan alam sekitarnya, pada hampir setiap organisasi apapun, pada jaman apapun, anda akan melihat banyak orang yang dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi, tetapi mereka tidak mempunyai ide bagaimana melakukan pekerjaannya. Sebagai contoh, kita mengetahui bahwa ada Manager di banyak organisasi yang menyelesaikan suatu pekerjaan (who get things done) dengan merendahkan dan memanipulasi orang lain, umumnya secara kotor dan kasar. Mereka memperlakukan para bawahan-nya sebagai musuh. Mereka berbohong kepada para karyawan dan tidak berpikir bisa menarik keuntungan apapun dari mereka.
Beterimakasihlah, bahwa kita masih memiliki karyawan yang melakukan pekerjaannya dengan baik dan jujur ditengah-tengah situasi yang semakin banyak “godaan.” Orang-orang ini tetap diharapkan melakukan pekerjaannya, tetapi mereka juga mengharapkan diperlakukan dengan pantas. Sama seperti yang dikatakan Ibu kita dahulu, … kita bisa menangkap lebih banyak lalat dengan madu dari pada dengan cuka. Kita perlu menggunakan konsep yang sama untuk karyawan kita. Sekali lagi, siapa yang peduli, dialah yang akan menang!
Memahami Karyawan
Model yang paling sederhana untuk memahami karyawan adalah model interaksi manusia dan bisnis (Human-Business Model), yaitu melihat pada sisi manusia dan sisi bisnis. Model ini mewakili setiap interaksi kita dengan siapa saja. Dalam setiap interaksi ada 2 sisi yang berperan: sisi bisnis, yaitu apa yang diinginkan orang dari kita, dan sisi manusia, yaitu semua hal yang kita rasakan selama interaksi tersebut. Pertanyaan favorit yang biasanya diajukan untuk membuktikan model ini adalah:
- Apa yang anda rasakan ketika dokter yang merawat anda hanya melihat sisi bisnis saja? Bagaimana perasaan anda?
- Apakah anda pernah bekerja dengan seorang Manager yang hanya berinteraksi dengan anda pada sisi bisnis saja? Apakah anda memberikan hasil kerja yang terbaik untuk orang itu?
Adalah benar apa yang dikatakan oleh Charles Reade, … ketika cinta dan keahlian bekerja sama, maka akan lahir suatu maha karya (when love and skill work together, expect a masterpiece). Anda bisa melihat itu menjelma jadi suatu kenyataan di komunitas Ubud di Bali. Sebuah konsep nature dan nurture dalam karya seni dan pariwisata yang berkelanjutan, walaupun kadang sang seniman tidak tega menjual karyanya secara “murah”, sementara di sisi lainnya dia perlu penghasilan untuk menghidupi dirinya. Selembar lukisan master piece ukuran 1.2 x 2.0 m di Ubud cuma dihargai US$ 250, sedangkan rata-rata upah per jam di Miami dihargai US$ 10. Jelaslah bahwa mereka melukis dengan dan karena cinta.
Sebagai seorang penyelia atau manager, perhatian kita mungkin banyak tersita pada bagian bawah dari model interaksi manusia dan bisnis. Coba kita renungkan, apakah kita memiliki hubungan dengan setiap bawahan kita pada sisi manusianya? Apakah kita tahu tentang situasi keluarganya? Apakah kita memiliki cukup kesabaran untuk mengetahui setiap bawahan kita (apa harapan-harapannya, dimana mereka makan siang, bagaimana mereka menghabis-kan waktu liburannya, dan lain sebagainya)? Apakah anda sudah menemukan cara untuk mengingat hal-hal pribadi tentang mereka untuk berbagi perhatian, dan menunjukkan bahwa kita peduli?
Definisi saya tentang manager yang baik adalah “mereka yang berhasil mengembangkan orang” (A developer of people). Seorang manager yang membimbing seorang karyawan pada kedua sisi interaksinya (yaitu sisi bisnis dan sisi manusia), serta memberikan masukan-masukan yang membangun akan sangat membantu karyawan itu berkembang menjadi manusia dan karyawan yang semakin baik. Karyawan jarang meninggalkan manager dan penyelia yang memper-lakukan mereka dengan peduli dan respek. Orang tidak meninggalkan organisasi, mereka meninggalkan atasannya (people do not quit organizations, they quit bosses).
Komunikasi yang Kreatif
Menurut Runzheimer International, sebuah perusahaan konsultansi di Amerika Serikat, rata-rata seorang manager disana menghabiskan 80% waktunya dengan berkomunikasi, yaitu: 10% untuk menulis, 15% untuk membaca, 25% untuk mendengar, dan 30% untuk berbicara.
Survey tahun 2000 dalam laporan Pitney Bowes (Chicago Tribune, 22 Oktober), melaporkan rata-rata setiap pekerja di AS menangani 204 pesan per hari, seperti panggilan telepon, faks, voice mails, e-mail, surat, hingga Post-it® notes.
Menurut Nancy Stern, Presiden dan pemilik Communication Plus, komunikasi yang benar bukanlah hanya sekedar bertukar pembicaraan. Komunikasi adalah pemindahan makna dengan terciptanya pemahaman tanpa penghakiman. Ada tiga pertanyaan yang harus dijawab ketika kita ingin mengkomunikasikan hal-hal yang penting:
- Apakah informasi disampaikan dengan jelas dan akurat? Dalam komunikasi bisnis, dimana banyak hal-hal yang sangat penting, maka wajar kalau banyak “informasi biasa” yang diabaikan, tertumpuk di meja, atau dibuang begitu saja ketika orang-orang yang menangani pekerjaan ini sampai pada tingkat kebosanan yang memprihatinkan.
- Bagaimana informasi itu menyentuh perasaan orang yang menerimanya ? Ini adalah sisi manusiawi dari komunikasi. Apa yang terlihat pada pesan itu, seperti nada bicara, gaya tulisan dan pilihan kata-kata yang dipergunakan, secara keseluruhan dapat menyebabkan proses komunikasi berhasil atau gagal. Jika kita ingin “menjual” sesuatu kepada seseorang, kita perlu menciptakan perhatian dan simpati, suatu hubungan saling percaya guna merangkul mereka ke arah kita. Sebagai contoh, lihatlah iklan kondom “meong” di televisi yang dapat mempengaruhi orang untuk membeli produk itu. Contoh lainnya adalah saat kita melakukan exit interview. Rubahlah pertanyaan “Kenapa kamu berhenti?” menjadi “Kenapa kamu tidak bertahan disini?” Hanya sedikit perbedaan dalam kata-kata, tetapi dapat membuat fokus jawaban para karyawan menjadi sangat berbeda.
- Apakah informasi itu mengejutkan penerimanya atau mendapat perhatian dari mereka? Ini adalah hal terpenting dalam komunikasi yang sangat kritis karena hal ini akan menjamin isi pesan diterima dengan baik. Sejujurnya, kita tidak bisa melakukan hal ini dalam setiap komunikasi. Tetapi, sekali kita berhasil melakukannya secara kreatif, orang akan terus mengingat isi pesan itu dalam waktu yang lama. Sebagai contoh, bukankah kita selalu teringat pada beberapa iklan televisi yang sampai sekarang tetap kita ingat karena berhasil “mencuri” perhatian kita. Iklan kondom “meong”, kacang atom “OK bang-get”, dan perilaku rekan saya yang ingin mencampur bensin dengan “Irex” karena bosan mobilnya terus-terusan ngadat, adalah contoh proses komunikasi yang bertahan dalam benak kita karena mendapat persepsi yang sangat kuat.
Tips untuk memperbaiki komunikasi dengan bawahan adalah dengan:
- Bicara dengan “bahasa pasaran” yang mereka pahami, jangan gunakan bahasa ilmiah a’la menara gading (ingat teori Maslow).
- Usahakan jelas dan konsisten.
- Jangan tergantung pada jalur komunikasi yang ada; gunakan semua cara yang mungkin dari “bicara langsung dari hati ke hati”, e-mail sampai penggunaan sarana multimedia.
Bacaan Lebih Lanjut:
Glanz, Barbara A. 2002. Handle with CARE: Motivating and Retaining Employees. McGraw-Hill. New York. 316p.
Richardson, Barrie dan Mary Ann Castronovo Fusco. 1999. Prinsip +10%. Bagaimana Manusia Biasa Berhasil Luar Biasa. Pustaka Delapratasa. Jakarta. 289p.
No comments:
Post a Comment