Realitas tentang perubahan ialah bahwa, karena kita tidak pernah yakin bahwa perubahan hidup kita adalah untuk sesuatu yang lebih baik, tidak seorang pun menyukai perubahan. Kestabilan dan kebiasaan adalah wilayah-wilayah yang aman bagi kita. Namun, perubahan untuk sesuatu yang lebih baik kadang-kadang kelihatan samar atau malah tidak terlihat sama sekali.
Tersebutlah kisah tentang sebuah sungai kecil yang sumbernya dari puncak gunung nun jauh di atas sana. Sungai kecil itu mengalir menuruni gunung tersebut dan melintasi berbagai jenis wilayah dataran. Akhirnya, sungai itu mencapai dataran rendah gurun pasir. Ketika sungai itu mecoba melintasi gurun tersebut, pasir gurun itu segera menelannya. Tak perduli seberapa hebat usaha sungai itu melintasi padang pasir itu, ia tetap tidak sanggup. Setiap usaha yang telah dilakukan dengan begitu hebat tetap harus berakhir dengan kekalahan total. Semakin sungai itu bersikeras melintas, begitu juga pasir tersebut bersikeras menelannya habis.
Tiba-tiba sungai itu mendengar suara ghaib dari padang pasir itu, “Yang anda lakukan hanyalah mengulang-ulangi cara lama yang sama, berusaha melintas. Supaya berhasil, anda perlu berubah. Kalau anda ingin melintasi gurun tersebut, perhatikanlah angin. Angin menyeberang tanpa kerja keras. Kalau angin bisa melakukannya, anda juga demikian. Ayoooo, kamu bisa!”
Sungai itu keberatan, “Angin bisa terbang, tetapi saya tidak.”
Suara itu menjawab, “Biarkanlah angin itu membawa anda.”
“Dan bagaimana hal itu bisa terjadi?” Tanya sungai itu.
Suara dari dalam pasir itu menjawab, “Dengan membiarkan diri anda terserap angin tersebut, anda mungkin bisa dibawa menyeberang. Kemudian angin itu akan membiarkan anda turun lagi sebagai hujan dan anda dapat membentuk sungai lagi.”
Si sungai tidak terkesan dengan strategi penyeberangan ini. Namun, bagaimana pun juga, ia harus berubah dengan meninggalkan cara-cara lama dan semua yang sudah terbiasa dengan dirinya.
Suara dari dalam pasir itu terus berkata, “Kalau anda tetap di sini. Anda akan lenyap dan terserap seluruhnya oleh padang pasir tersebut tanpa sempat menjadi diri anda sendiri. Kalau anda menerima perubahan dengan tangan terbuka dan membiarkan angin tersebut membawa anda menyeberangi padang pasir ini dan kemudian menjadi sungai yang baru, anda akan menikmati suasana segar dunia baru.”
Lewat perubahan, orang berkembang. Sama seperti sungai tersebut. Manusia juga menolak perubahan: Apa yang tidak diketahui selalu kelihatan menakutkan. Oleh sebab itu, pelajaran paling penting yang harus diambil adalah MENGHORMATI PERUBAHAN. Lewat perubahan, kemungkinan-kemungkinan-baru akan terbuka. Kita menghormati perubahan dengan menerimanya. Kerelaan mencari jalan perubahan akan membawa hasil yang bermanfaat. Kalau kita tetap bertahan, sama seperti sungai itu, kita akan ditelan oleh butir-butir pasir kehidupan.
Walaupun bertahan, sungai itu akhirnya melompat ke pangkuan sang angin dan, ketika angin itu membawanya melintasi gurun, ia mengingat pengalaman besar ini sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Angin tersebut melintasi padang gurun dan menurunkan aliran air kecil sebagai hujan gerimis. Hujan itu akan berkumpul dalam sungai besar. Aliran kecil tersebut telah berubah menjadi anak sungai besar yang akan melayani banyak kota dan kampung sebelum bergabung dengan lautan. Inilah yang dinamakan oleh dunia ilmiah sebagai siklus air atau hidro-orologi. Konsep metafisika air dan angin ini dalam budaya Tiongkok dikenal sebagai feng-shui (hong sui).
Pada suatu malam tak berangin, nyala lilin berkelap-kelip, ia membesar dan mengecil dengan selalu berubah-ubah. Inilah hakekat benda-benda dunia ini. Di dunia ini tidak ada yang abadi, satu-satunya yang abadi adalah perubahan, yaitu adanya ketidak-abadian. Dalam kesunyian aktivitas composting terdapat aktivitas yang rumit berupa regenerasi dan degenerasi. Dalam ketenangan wajah seorang pemuda terdapat aktivitas tersembunyi berupa pertumbuhan dan penuaan.
Waktu berjalan seirama dengan perubahan. Dalam waktu, segala sesuatu harus berubah. Kita harus belajar mengubah kehendak bebas kita sendiri sebagaimana yang terjadi dengan sungai itu. Jangan takut kehilangan pribadi kita yang lama; Ikutilah dunia baru yang belum anda kenal itu. Perubahan itu adalah ibunya pertumbuhan dan perkembangan serta keberhasilan.
Namun demikian, perubahan sebesar apa pun lebih mudah diucapkan daripada dilaksanakan. Kita sering lebih suka bermain di wilayah penderitaan yang sudah kita kenal ketimbang di wilayah metamorfosis yang belum kita kenal. Setiap hari, cara berpikir, cara bertindak, dan cara kita merasakan, akan membentuk kontur hidup kita. Kita harus mempunyai komitmen untuk menghormati perubahan; dan transformasi secara alamiah akan terjadi dengan sendirinya. Manusia berharap mereka dan hidupnya akan benar-benar tetap sama. Mereka tidak ingin Tuhan mengguncang perahu rutinitas harian mereka, namun dengan ajaib mengharapkan rahmat dan kemakmuran jatuh begitu saja ke dalam kehidupan mereka.
Mengenai hakekat untuk berubah dan keengganan untuk berubah, coba kita simak dari balik email yang saya terima dari teman saya Ami Shaka [on deadly lunch]
Menara Kembar Petronas Lantai 40, Suatu Ketika:
There are 3 men (an Indian, a Chinese and a Malay) went to work as usual and when it came to their lunch break they each opened their respective lunch baskets:
Indian: Roti Prata!!...every day get roti prrrata, I tell you if I get roti prata again tomorrow I shall jump off this building!
Chinese: Hor Fun! Wah lau, if tomorrow kana Hor Fun again I'll jump off this building!
Malay: Nasi Lemak again! Ala, if I get anymore Nasi Lemak tomorrow I shall jump off this building!
[and so they solemnly ate their lunches]
Jelas bahwa ketiga orang ini selalu mendapat menu yang sama dari hari ke hari dan mereka tidak senang dengan keadaan ini. Mereka saling lihat makanan yang lain dan semua setuju bahwa makan siang besok harus berbeda. Kalau masih sama, mereka akan bunuh diri.
The next day:
Indian: Wonderersami!! I don't believe it! It's Roti again! [and so he jumped off the building]
Chinese: "Kanina *X?%&?" Hor Fun again! [he too jumped off the building]
Malay: Alamak!!! Nasi Lemak again! [off he went to jump]
During their funerals, wives all crying:
Indian's wife: I never knew that my husband hated my Roti Prata so much...if I knew I wouldn't have made for him!
Chinese' wife: Yah lor! I go thru so much effort and time each day to make his favorites Hor Fun and yet he died b'cos of it!!
Malay's wife: At least the both of you know why they committed suicide... I don't understand why my husband should have jumped off the building when he makes his own lunch everyday...
Kalau memang orang harus memilih apakah mau bunuh diri atau mau berubah, mungkin ada yang lebih senang bunuh diri saja.
Inspired from:
Chu, Chin-Ning. 1999. Journey to the City of Prosperity – The Single Supreme Secret of Money. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Friday, May 11, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment