Tuesday, April 10, 2007

Cari Nikmat Menghindari Sengsara?


Petani menangkap monyet di Afrika dengan berbagai macam cara. Ada yang dipanah, ditombak, dan juga dengan kendi yang berleher kecil. Caranya dengan mengikatkan kendi di pohon atau menambatkannya dengan jangkar di tanah. Di dalamnya ditaruh kacang, dan diluarnya ditebar sebagian kacang. Monyet yang melihat kacang akan turun dari pohon dan mengambil kacang itu. Pada saat melihat kacang di dalam kendi, si monyet memasukkan tangannya ke dalam kendi, dan karena menggegam kacang itu, si monyet tidak bisa melepaskan tangannya dari kendi tersebut. Sampai si petani datang menangkapnya, si monyet tetap tidak mau melepaskan tangannya. Lebih baik dia mati, daripada melepaskan kacang yang ada di genggamannya. Dia mati karena dia monyet. Makhluk degil yang nekat mengekepin kacang yang ada di tangan, tidak mampu melepaskan diri dari kemapanan yang ada.


Demikian juga halnya, manusia bekerja (Homo faber) mengikuti kata-kata hati (bukan kata hati-hati!). Bagaimana wujud seorang Madonna kalau dia tidak suka menyanyi dan menari. Coba bayangkan seekor angsa terompet bisu yang berupaya keras mencari jati dirinya dengan mencuri terompet yang sebenarnya dan belajar meniupnya demi menjaga eksistensi dirinya. Untuk membuat monyet-monyet tak berdedikasi supaya mau menjalankan ritual hidup dan bertahan hidup, cukup dengan metode monkeylogy dari keluarga Macaca fascicularis: Cari Nikmat Menghindari Sengsara.


Kalau kamu memang benar-benar kunyuk, maka kalau kamu ikut aturan main dan menghasilkan outcome tertentu, maka kamu akan mendapat kenikmatan sebagai ganjaran kinerja yang dihasilkan. Tetapi kalau kunyuk ternyata memang nggak bisa belajar ilmu manusia, maka si kunyuk akan mengalami sengsara. Dari kumpulan sengsara-sengsara inilah, si kunyuk belajar peribahasa manusia bahwa sengsara membawa nikmat. Akhirnya si kunyuk mengembangkan mashab monkeylogy, bahwa kalau menuruti peraturan akan mendapat nikmat, sedangkan kalau melawan kemapanan akan mendapat sengsara. Teori evolusi Mbah Darwin ternyata diaplikasikan oleh spesies kunyuk dengan ketepatan angka dua digit di belakang koma. Dan sebagai manusia yang mengamati dan menuliskan perilaku kunyuk ini, saya berhasil memeras intisarinya dan menerapkannya dalam ilmu manajemen kinerja (performance management) berbasis pendekatan balanced scorecard. Ternyata master piece Kaplan dan Norton diinspirasikan dari monkeylogy yang sederhana: Spesies monyet susah untuk berubah (sampai mati juga nggak berubah bebeh), tetapi sekali dia berhasil mengalami kesengsaraan yang diikuti dengan kesengsaraan lajutannya, maka sampailah mereka pada pemahaman philosophy manusia bahwa sengsara membawa nikmat, dan transformasi monkeylogy inilah merupakan inti dari performance management berbasis balanced scorecard. Puas .... puass .... puasss!

No comments: