Wednesday, April 18, 2007

Dasar-Dasar Islam

Kultum Buka Puasa Tanggal 5 November 2004 di Mesjid Uniland Medan

Assalamu’alaikum wr. wb.
Alhamdulillah rabbil alamin. Washalatu wassalamu ala asyrafil mursalin muhammadin wa ala aaliihi wa shahbihi ajmain. Amma ba’ du.

Alhamdulillah pada kesempatan ini saya dapat bertemu muka dengan bapak-bapak, ibu-ibu dan saudara-saudara yang dirahmati dan dimuliakan Allah. Harapan saya semoga pertemuan ini membawa manfa’at bagi kita semua. Amien.

Kaum muslimin yang berbahagia, fadzakir inna faati dzikra, sampaikan walaupun hanya satu ayat. Dalam pemahaman dan pencarian makna islam yang tak kunjung selesai, saya memberanikan diri ini untuk berbagi pemahaman ini dengan bapak, ibu, saudara sekalian.

Setiap orang beriman yang menyatakan dirinya Islam tentunya harus memenuhi kriteria yang menyatakan keislamannya. Apa yang menyebabkan seseorang layak menyebut dirinya muslim? Apakah bila kita dilahirkan oleh orang tua yang muslim, apakah secara otomatis kita merupakan orang islam?

Suatu keyakinan adalah suatu proses perenungan yang mendalam untuk kemudian meyakininya sebagai suatu kebenaran. Kemampuan seseorang untuk memahami dan meyakini sesuatu sangat tergantung kepada bagaimana cara orang tersebut terhubung dengan sesuatu tersebut. Jika kita bisa membuat jalan yang lapang dan lancar terhadap sesuatu itu, maka informasi apa yang akan kita simpan di dalam otak atau kita buang akan sangat tergantung pada keinginan kita. Tidak ada orang yang bisa memaksakan informasi tertentu yang harus kita ingat dan informasi tertentu yang harus kita lupakan.

Seseorang yang dibesarkan dalam kondisi keluarga yang islami, cenderung untuk menjadi muslim. Tetapi tidak setiap muslim secara serta merta merupakan mukmin. Adanya istilah ”islam KTP” merupakan fenomena yang dapat kita lihat di dalam keseharian kita.

Pengetahuan yang dihimpun dalam domain kognitif (menurut taksonomi Bloom) saja tidak cukup. Peng-alam-an adalah merubah yang kognitif secara terus-menerus menjadi suatu kebiasaan (psikomotorik) sehingga setelah rutin dilaksanakan akan (menjadi) mendarah-daging, sehingga menjadi suatu perubahan sikap yang permanen (afektif).

Kaum muslimin yang berbahagia, seperti seorang yang mepelajari agama (Islam), secara kognitif dia tahu rukun Islam (misalnya sholat 5 waktu), tetapi apabila dia tidak membiasakan dirinya untuk sholat secara rutin, maka perintah untuk mendirikan sholat itu hanya sebatas pengetahuannya saja. Tipe orang seperti ini dapat berdebat soal rukun sholat dengan hebat, dan dia menguasainya. Akan tetapi bila dia disuruh melaksanakan sholat, maka mungkin saja (karena jarang dilakukannya) dia lupa harus membaca surat apa, harus sujud berapa kali, dan seterusnya dan sebagainya.

Seseorang yang tahu aturan sholat dan menjalankannya secara rutin (tanpa ketinggalan), diyakini, bahwa dia pasti bisa melakukan pekerjaan tersebut dengan baik dan benar. Dan lebih jauh lagi, bila seseorang yang sudah terbiasa sholat secara teratur dan lengkap, apabila waktu sholat telah tiba dia akan merasa resah dan gelisah bila belum menunaikan kewajibannya, walaupun mungkin saat itu sedang mengikuti rapat kerja dengan atasannya (yang misalnya berbeda agama/keyakinannya).

Dalam bulan Ramadhan ini, saya ingin berbagi pemahaman tentang konsep puasa dalam Islam sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 183:

"Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa."
(QS Al-Baqarah: 183).
Apakah orang yang berpuasa dalam bulan Ramadhan ini, secara otomatis sudah merupakan orang yang beriman?
Kaum muslimin yang berbahagia, seseorang baru dapat dikatakan muslim kalau sudah menegakkan rukun islam, yaitu beriman dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, melakukan puasa, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji.

Rukun islam dapat dianalogikan sebagai sebuah rumah, dimana mengucapkan dua kalimat syahadat adalah pondasinya. Tanpa adanya pondasi, tidak akan ada rumah. Tanpa mengikrarkan keyakinan pada pengucapan dua kalimat syahadat, seseorang tidak dapat dikatakan islam.
Sholat itu adalah tiang agama. Mendirikan sholat dapat disamakan dengan mendirikan tiang rumah. Pondasi tanpa tiang tidak dapat dikatakan rumah. Mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi tidak pernah sholat bukanlah orang islam. Dapatkan pondasi rumah saja dikatakan rumah?

Puasa adalah mesin cuci raksasa yang digunakan untuk mencuci dosa dan kesalahan kita selama 11 bulan dalam waktu 1 bulan penuh. Puasa adalah periode masuk camp pelatihan untuk mempersiapkan diri kita menghadapi tahun yang akan datang. Setelah menjalankan puasa dengan benar, kita akan kembali pada kondisi fitrah. Puasa adalah dinding rumah yang melindungi kita dari debu dan kotoran yang ada di sekitar kita. Rumah yang tidak berdinding apakah layak disebut rumah? Orang yang berpuasa tetapi tidak mendirikan sholat adalah seperti memasang dinding tanpa tiang. Dimana dinding tersebut harus menempel supaya bisa dikatakan dinding? Bagaimanakah dengan perilaku orang yang tidak sholat karena merasa lelah berpuasa?

Membayar zakat adalah mensucikan penghasilan kita dari hak-hak orang lain yang membutuhkannya, sekaligus sebagai mekanisme keadilan sosial bagi umat. Zakat adalah atap yang melindungi rumah kita dari hujan. Zakat berfungsi untuk mensucikan harta kita dari kotoran-kotoran kehidupan ini.

Menunaikan ibadah haji adalah taman yang menghiasi pekarangan rumah kita. Rumah yang kokoh dan taman yang indah adalah tanda kesempurnaan suatu tempat hunian. Apa yang dikatakan orang kalau rumah kita tiangnya tidak lengkap, atapnya bocor, dindingnya compang-camping, tetapi tamannya bagus dan indah? Apakah ini rumah yang sempurna?

Demikianlah apa yang dapat saya sampaikan semoga ada manfaatnya. Kalau ada kebenaran di dalamnya, ini semuanya datang dari Allah, dan kalau ada kesalahan-kesalahan di dalamnya, ini adalah kelemahan saya sebagai manusia yang dhaif.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

1 comment:

Anonymous said...

Elo kayaknya berbakat jadi ustadz seperti Aa Gym, tapi jangan niru polygaminya ya.