Tuesday, April 24, 2007

My Heart

Kehidupan adalah seperti pentas sinetron dimana glamor dan ekstravaganza terkondensasi dalam fomat audio-video. Frame demi frame terekam dalam jejak kehidupan, meciptakan plot demi plot yang mereka kehidupan dalam bingkai keceriaan sampai tragedi yang ngenes abiis. Lalu akankah keceriaan dan kesedihan itu mampu menciptakan sensasi dan meluluh-lantakkan perasaan mereka yang mengalaminya. Maka mereka itu akan mereka-reka potongan-potongan gambar kehidupan menjadi cerita yang diinginkannya hatinya.
Terbersitlah suara dengan panjang gelombang lamda1 yang menimbulkan perasaan cinta dan lamda2 yang menimbulkan perasaan murka. Interaksi nada dan irama masing-masing lamda dilakukan dengan pitch control yang sangat prima oleh seorang aktor berbakat alam sehingga menghasilkan warna bunyi yang sexy abiis dan penuh ornamen watak. Keindahan tafsir aktor yang sangat melek-nada ini benar-benar menghasilkan nada yang sebenar-benarnya nada (gracias!). Hidup serasa hampa tanpa kehadirannya, dan kehidupan serasa tak bermakna tanpa dirinya, my heart yang sweet hart membuat sweat my heart.
Inilah sebenar-benarnya hidup dimana kebetulan telah sama dengan kebenaran yang dimanipulasi secara gramatikal. Jika kita memilih secara benar, maka itulah sesuatu yang betul. Padanan kata betul dengan benar adalah tafsir leksikal antara true, truth dan right. Untuk seluruh dimensi yang telah menjadi my heart, maka tidak penting lagi perbedaan di antaranya. My heart telah menyamakan semuanya sebagai sesuatu yang pas dengan suasana hati saat ini. Tak peduli apakah my heart telah menjadi sweet heart ataupun sweat my heart.
Inilah konteks budaya populer Indonesia hari ini: seorang murid SD yang telah mengenal dan menduakan cinta sehingga bingung harus memilih satu di antara dua wanita. Di antara latar belakang lagu aku ini pencinta wanita, seorang murid SD menyatakan keinginannya untuk menjadikan si dia sebagai pacarnya. Ancuur, bagaimana nih, koq KPI diam saja melihat sinetron seperti ini di ruang publik. Sementara sebagai orang tua yang membimbing anak-anak pada saat nonton televisi, sungguh perasaanku terharu biru ketika kulihat anakku yang belum berumur 8 tahun tersenyum malu-malu melihat percintaan anak monyet versi my heart yang membuat sweat my heart.
Koq tega bener sih stasiun SCTV menayangkan acara yang berdampak moral sangat besar terhadap tunas bangsa. Kalau korbanya acara smack down adalah mati dengan kepala bengkak, maka calon korbannya my heart memang tidak akan mati tapi hanya perutnya yang bengkak seperti padi membunting.

1 comment:

Anonymous said...

Film My Heart sukses di pasar dengan bintang Luna Maya sehingga dibuat pra-quel versi anak monyetnya. Memang PH-nya rada kebangetan mengeksploitasi keluguan dan keculunan anak-anak dengan konsep pacaran yang "menyesatkan sekaligus menyesakkan." Tapi ape mau di kate, demikianlah selera masyarakat Indonesia yang lagi "sakit," seperti jaman doyan tayangan setan dan hal-hal gaib, dan membicarakan aib orang lewat idiotainment.