Monday, April 23, 2007

Teori Domino dalam Organisasi

Dalam setiap permainan, selalu ada yang menang dan yang kalah. Dalam realitas, hanya ada satu tempat yang terbaik bagi si pemenang dan si kalah harus rela duduk di bangku permainan, tanpa menjadi siapa-siapa.

Hidup ini adalah sebuah permainan, dan melalui permainan kita dapat meningkatkan pemahaman kita tentang hidup dan kehidupan, termasuk berorganisasi. Manusia adalah Homo ludens, makhluk yang bermain, dan sudah banyak teori tentang permainan yang berkembang di dalam masyarakat, tetapi yang paling universal dan tua mungkin adalah sebuah permainan yang disebut domino.
Teori domino yang saya kemukakan disini bukanlah teori domino neo-klasik tentang kekhawatiran Amerika akan bahaya merah seiiring dengan rontoknya Vietnam Selatan yang seakan-akan mengecat Asia Tenggara menjadi area merah dalam peta dunia di gedung putih.

Teori domino yang saya kemukakan adalah teori domino klasik yang merupakan suatu analogi proses pembinaan modal insani (human capital) dalam konteks organisasi mencapai visi dan misinya sesuai dengan yang diamanatkan dalam anggaran dasar setiap organisasi.

Siapa orang yang tidak kenal permainan domino? Rasanya boleh dikatakan hampir setiap orang mengenal permainan dengan kartu yang bertotol-totol merah itu. Aturan permainannya pun sangat sederhana, yaitu jika suatu kelompok 4 orang memainkan 7 kartu, maka siapa yang paling dahulu menurunkan atau menghabiskan kartunya maka dia menjadi juara.

Dalam setiap permainan, selalu ada yang menang dan yang kalah. Dalam realitas, hanya ada satu tempat yang terbaik bagi si pemenang dan si kalah harus rela duduk di bangku permainan, tanpa menjadi siapa-siapa. Wajar bila pecundang mendapat hukuman, dan jaman ketika saya masih kecil dahulu biasanya yang kalah akan diberi gantungan ‘batu betere’ di telinganya. Dalam versi yang sedikit berbeda, mungkin hukuman itu diberikan dengan hiasan berupa ‘jepitan jemuran’ di telinga. Semakin sering anda kalah dalam permainan ini, semakin banyak batu batere atau jepitan jemuran yang menghiasi telinga anda.

Bila anda berada dalam situasi yang kalah, maka permainan anda akan tertekan karena adanya suatu keinginan untuk segera memenangkan permainan supaya beban jepitan segera dilepaskan. Semakin tertekan permainan anda, semakin rusak penampilan anda, dan akhirnya sebuah jepitan baru bertambah lagi di telinga anda.

Jika jepitan itu sudah sedemikian indahnya sehingga membentuk bunga di kedua telinga anda, maka anda harus siap ditertawakan oleh para pemain lainnya. Mereka akan semakin keras tertawa untuk merusak permainan anda, sehingga anda semakin kalah dan mereka tetap rileks sebagai pemenang. Karena jepitan yang semakin menekan, anda mungkin mulai menginginkan keajaiban untuk memenangkan pertandingan dengan membuat angka ganda (double strike), sehingga angka awal permainan sama dengan angka terakhir yang anda turunkan, dan semua jepitan akan lepas dari telinga anda.

Godaan untuk memenangkan pertandingan dengan double strike semakin menjadi obsesi, dan kadang kala anda mulai menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Jalan pintas berupa berbagai bentuk kecurangan mungkin mulai dipraktekkan, entah dengan menukar kartu secara diam-diam atau melakukan tindakan ilegal lainnya.

Akhirnya setelah semua usaha gagal dilakukan, permainan terpaksa dihentikan karena sudah tidak ada lagi tempat yang tersisa di kedua telinga untuk menerima jepitan jemuran itu lagi. Telinga sudah merah, dan anda kalah. Anda harus keluar dari permainan. Karir anda sebagai seorang pemain telah tamat.

Dalam dunia bisnis, permainan yang serupa terjadi di dalam setiap organisasi. Setiap orang, baik pimpinan maupun bawahannya akan memainkan permainannya, dan setiap orang ingin memenangkannya. Namun malangnya, tidak setiap orang dapat menjadi pemenang, dan orang yang paling baik komposisi kartunya (biasanya berkorelasi positif dengan wewenang struktural) cenderung akan memenangkan pertandingan, dengan mendikte permainan sesuai yang diinginkannya.

Komposisi kartu yang baik tidak mutlak akan memenangkan permainan. Kartu yang jelek juga tidak mutlak akan selalu kalah. Bagaimana mengetahui kelemahan diri dan kekuatan diri sendiri, akan menjadi modal untuk mengadu kartu yang dimiliki. Bila sudah jelas kuat dilawan dengan kuat, dan kita tahu bahwa kita tidak cukup kuat untuk mengatasinya, bermain pintar mungkin merupakan alternatif solusinya. Kalah diawal, seimbang ditengah, dan menang diakhir bisa dilakukan jika anda cukup pandai bermain dan membaca situasi.

Bila seorang bawahan anda terpaksa kalah dalam permainan yang anda ciptakan, ia akan tertekan dan berusaha segera membayar kekalahannya. Dalam situasi depresi, kemampuan bawahan akan semakin menurun dan hasilnya semakin mengecewakan.

Dalam permainan domino, si kalah akan ditertawakan. Dalam organisasi, si kalah akan dilecehkan. Dunia bisnis adalah pulau-pulau dengan samudera raya yang luas dan ganas, dan di lautan itu semua orang adalah hiu yang berenang dengan sekelompok hiu lain. Jika anda normal, semua hiu adalah teman, tetapi jika anda kalah dan mulai berdarah, semua yang mengatakan dirinya teman anda justru akan berusaha mencabik-cabik dan memangsa anda. Inilah kenyataan hidup hiu di samudra raya dunia bisnis.

Terkaman dari sesama hiu adalah metafora dari bentuk pelecehan dan penghinaan yang tercipta di dalam organisasi. Hiu yang luka akan berjuang supaya jangan mati dengan semangat yang sangat mengagumkan. Karyawan yang terluka dan merasa dikalahkan akan mengambil jalan pintas untuk mengatasi masalahnya. Ia akan berusaha menyelesaikan permainannya dengan double strike, dan dalam kehidupan nyata sangat jelas terlihat seperti pada jaman SDSB masih diperbolehkan dahulu: gali lubang tutup lubang. Semakin banyak lubang digali dan ditutup, akhirnya terperosok dalam lubang yang digalinya sendiri. Dalam metafora hiu, maka hiu itu akan mati tercabik-cabik secara mengerikan oleh sesama hiu dalam tatanan organisasi hiu tersebut. Sejumlah bakat yang mungkin sangat mengagumkan telah lenyap karena sistemnya tidak dapat menerimanya.
Perusahaan sebagai organisasi yang sarat dengan permainan tidak akan lepas dari ‘politik kantoran’ (office politic) dan intrik. Setiap orang yang masuk ke dalam pusat kekuasaan, cenderung tergoda untuk memuaskan dirinya untuk selalu menjadi pemenang dan mendiktekan keinginannya dalam setiap permainan. Dalam realita di lautan organisasi, politik kantoran adalah tingkatan lebih tinggi dari metafora hiu, karena politik kantoran telah menciptakan suatu mekanisme sistem yang mengatur hiu mana yang harus dilukai, dan hiu mana yang harus dipelihara keberadaannya karena memang termasuk hiu jinak yang tidak akan membahayakan sistemnya, demi melanggengkan suatu cara untuk tetap berkuasa.
Management by conflict yang sering dijumpai dalam organisasi yang terlanjur besar, adalah proses penciptaan makhluk meta-virtual yang mungkin lebih ganas dari pada hiu dan suatu saat akan berubah ujud menjadi suatu kekuatan yang akan menerkam sang kreator bila mereka melihat pusat kekuasaannya sudah mulai melemah karena proses penuaan organisasi ataupun di intervensi oleh kekuatan lain yang lebih besar dari luar perusahaan. Melalui permainan domino, permainan dapat dinikmati oleh semua orang, apabila seorang pimpinan tidak selalu harus menang dalam setiap sesi, walaupun secara struktural ia mampu mendikte permainan.
Pemimpin yang baik, secara arif dan bijak, akan membuat permainan berjalan secara adil. Ia tidak akan mencemooh si kalah tetapi membesarkan hatinya, sehingga beban yang ditanggung akan berkurang dan masih mengharapkannya memenangkan sesi selanjutnya. Dengan permainan yang adil dan seimbang, tidak akan ada karyawan yang berusaha mengambil jalan pintas untuk melakukan penghalalan segala cara demi memenangkan permainan. Pemimpin yang baik akan bersedia menerima hukuman apabila ia terbukti salah dan kalah dalam permainan yang aturannya telah ia gariskan sendiri.
Apakah seorang pemimpin yang baik, dalam suatu permainan di lautan organisasi, akan membiarkan sesama awak perahunya saling mencabik demi kemenangan departemennya masing-masing, sementara haluan kapal itu entah mengarah kemana? Dan apakah seorang pemimpin akan mendapat respek dari bawahannya apabila ia terbukti berbuat salah dalam keputusannya, tetapi ia tetap ngotot untuk menjalankannya? Atau adilkah seorang pemimpin yang menggantung suatu keputusan sehingga permainan tertunda dan membiarkan para pemain lain menunggu dengan telinga penuh jepitan? Bermain domino dalam waktu senggang tidak memperdulikan harus menang atau kalah, tetapi bermain domino dalam organisasi adalah suatu kearifan dan seni yang membutuhkan jiwa besar, baik bagi yang sedang menang maupun yang sedang kalah.

2 comments:

Anonymous said...

Memang banyak orang-orang tolol yang melakukan politik kantoran secara kampungan biis tanpa perduli organisasinya akan hancur. Lihatnya reshuffle menteri awal mei, yang mei be yes, mei be not itu.

IYUNG PAHAN said...

Thanks, itulah seninya bermain domino. Kalau nggak ada taruhannya ya nggak apa-apa, kalau jadi mentri ya harus commit dengan resikonya: minimal Camry dinas melayang, belon lagi yang masuk kategori lain-lain (auxiliarry).